study wisata Jogja dan Dieng

All about secret of Dieng story

Pengalaman saya selama melakukan study wisata de Jogja-Dieng serta rangkaian ke candi Borobudur+Prambanan,Keraton Jogja,serta Malioboro,tak lupa pula saat saat penting berkunjung ke kawah Sikidang yang tak jauh dari Dieng juga merupakan salah satu rangkaian kunjungan kami ke dataran Tinggi Dieng yang terletak beberapa Km dari kota Wonosobo itu,dan mengulik kisah mistis kehidupan masyarakat sekitar serta dibalik cerita telaga Warna dan mitos mitos hangat yang santer terngiang di telinga wisatawan dan rangkaian perjalanan itupun berakhir dengan menginjakkan kaki kami di wisata alam Baturraden.

bagi saya pengalaman yang paling saya ingat dan tidak akan pernah ingin saya lupakan adalah ketika di Malioboro ketika asik melakukan tawar menawar harga "GILA" denagn pedagang disan adengan logat yang tak biasa bersama seseorang..
dan pengalaman unik,nyentrik,klasik dan pastinya mistik ! di dataran Tinggi Dieng......
,menurut cerita yang di utarakan oleh tour guide kami adalah . . . . Ehem !
1.Fakta mengenai anak-anak penduduk sekitar yang kebanyakan Gimbal,hal tersebut menurut masyarakat bisa berarti pertanda buruk ataupun baik,dan seperti adat sunatan yang kita kenal anak yang dipotong rambut gimbalnya keinginan apapun si anak harus dipenuhi orang tuanya untuk menjauhi dari malapetaka dan hal ini sudah berlangsung secara turun temurun,wallahualam bisshowaf..
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9'
10.


selanjutnya tunggu editan berikutnya....masih tersimpan banyak cerita ! sabar saja!

Renungan Qolbu

Dalam kitab al-Mahabbah-nya, Imam Al-Ghazali menulis iftitah dengan hamdalah. Setelah itu, ia menyebutkan:

Fa inna al-mahabbah lillah 'azza wa jalla; hiya al-ghayah al-qushwa min al-maqamat wa dzarwah al-'ulya min al-darajat; fa ma ba'da idrak al-mahabbah maqam illa wa huwa tsamratun min tsamariha wa tabi' min tawabi' iha ka al-syauq wa al-uns wa al-ridha wa akhwatiha; wa laqabl al-mahabbah maqam illa wa huwa muqaddimah min muqaddimatiha ka al-tawbah wa al-shabr wa al-zuhd wa ghayriha wa sa'ir al-maqamat. (Sesungguhnya kecintaan kepada Allah Azza wa jalla adalah tujuan puncak dari seluruh maqam dan kedudukan yang paling tinggi. Karena, setelah diraihnya mahabbah, tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu, seperti maqam syauq (kerinduan), uns (kemesraan), ridha, dan lain-lain. Dan tidak ada maqam sebelum mahabbah kecuali pengantar-pengantar kepada mahabbah itu, seperti taubat, sabar, zuhud, dan maqam-maqam yang lain).

Puncak perjalanan keberagamaan kita, menurut al-Ghazali, adalah al-mahabbah, cinta. Kata mahabbah berasal dari kata hubb, yang sebetulnya mempunyai asal kata yang sama dengan habb, yang artinya biji atau inti. Sebagian sufi menyebutkan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari perjalanan keberagamaan kita. Mereka juga menyatakan bahwa hubb terdiri dari dua kata, ha dan ba. Huruf ha artinya ruh, dan ba berarti badan. Karena itu, hubb merupakan ruh dan badan dari proses keagamaan kita.

Dalam buku yang ditulis Mir Vali'uddin yang berjudul Love of God (Mencintai Tuhan) disebutkan bahwa Allah, dalam bahasa Arab, berasal dari kata walaha; walaha-yalihu-ilahan. Ketika kata ilah ditambah dengan alif lam sebelumnya, maka ia menjadi Alllah. Jadi, kata Allah berasal dari kata walaha yang artinya keresahan, kecintaan, dan kerinduan yang dirasakan oleh seorang ibu kepada anaknya. Lalu, kata walaha menjadi ilah, yakni sebagai isim maf'ul (sebagai objek yang di …). Jadi, kata ilah berarti "yang dirindukan" atau "yang dicintai". Dalam kerinduan dan kecintaan itu, ada kegelisahan, ada keresahan spiritual. Dalam bahasa Hindu, kata Allah diterjemahkan menjadi man mohan, yang artinya "kecintaan hati".

Cinta Kasih dan Penghambaan Allah

Kalau kita perhatikan ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah yang diungkapkan dalam nama-nama Allah, makna al-Rahman adalah nama Allah yang paling banyak disebut. Ia didampingkan dengan kata Allah. Ketika Allah bercerita tentang 'Asma'ul Husna, al-Rahman dibaca satu napas dengan kata Allah (lihat Q.S. Bani Israil: 110). Dalam Al-Qur'an, sesudah kata Allah, kata yang paling banyak disebut untuk menunjukkan nama Allah adalah al-Rahman. Dan sesudah al-Rahman adalah al-Rahim. Al-Rahman dan al-Rahim berasal dari kata rahima yang artinya menyayangi, mencintai.

Kalau dibuat daftar, maka kebanyakan nama Allah mengungkapkan kasih sayang-Nya. Misalnya kata al-Wadud, dan al-Walud. Al-Wadud berasal dari kata wudd yang artinya "penuh cinta kasih". Sifat ini, oleh Rasulullah, sering dinisbatkan kepada seorang perempuan yang baik. Nama-nama Allah lain yang menunjukkan kasih sayang-Nya adalah al-Wahhab (senang memberikan anugerah); al-Tawwab (senang menyambut orang-orang yang kembali kepada-Nya).

Yang menarik adalah orang yang kembali kepada Allah juga disebut al-Tawwab sehingga al-Tawwab diterjemahkan sebagai "orang yang bertaubat". Dalam Al-Qur'an disebutkan Innallaaha yuhibbu al-tawwabina wa yuhibbu al- utathahhirin. Al-Tawwab adalah nama Allah sekaligus nama hamba yang kembali kepada-Nya.

Dengan begitu al-tawbah diartikan "kembali kepada Allah". Amat sulit jika diterjemahkan dengan taubat saja. Misalnya dalam doa, "Tub'alayna fa innaka anta al-tawwab al-rahim (QS Al-Baqarah : 128). Artinya akan aneh :"Tuhan, bertaubatlah kepadaku. Sungguh Engkau Maha Bertaubat dan Maha Kasih Sayang." Jika kita kembalikan kepada artinya yang asli yakni "kembali" berarti :"Tuhan kembalilah lagi kepadaku. Sungguh Engkau yang paling senang kembali menemui hamba-hamba-Mu, dan Engkau adalah yang Maha Pengasih"

Ada beberapa nama yang selain untuk Allah, juga untuk orang mukmin, untuk kekasih dan pecinta-Nya sekaligus. Kaum sufi menghubungkan hal ini dengan konsep wahdah al-wujud yakni konsep tentang bersatunya sang pecinta dengan yang dicintai. Seperti kata Al-Tawwab tadi, juga kata al-Mukmin, selain merupakan salah satu asma Allah SWT, juga sekaligus nama orang yang beriman kepada-Nya. Jadi banyak nama Tuhan yang sekaligus nama hamba-Nya. Dalam pengertian inilah, banyak orang yang salah paham ketika memahami puisi-puisi Ibn Arabi, misalnya puisi yang berbunyi : "Dia memujiku maka aku memuji-Nya dan Dia menyembahku maka aku menyembah-Nya" .Puisi ini sering dikutip untuk menunjukkan kekafiran Ibn Arabi. Padahal kalau dimaknai, puisi itu berbunyi, "Tuhan kau mengabdi kepadaku, akupun mengabdi kepada-Mu." Karena besarnya kasih sayang-Nya, maka sepanjang hidup kita, Dia mengabdi kepada kita dan melayani keperluan kita, seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita. Dalam sebuah doa ahlul bait disebutkan:

"Tuhan Kau penuhi segala keperluanku, Kau berkhidmat kepadaku, seakan-akan Kau tidak mempunyai hamba selain aku. Tapi aku menyembah-Mu seakan-akan Ada Tuhan selain Engkau"

Tuhan berkhidmat kepada kita, seakan-akan tidak ada lagi hamba yang diurus kecuali kita padahal kita menyembah-Nya seakan-akan ada Tuhan selain Dia. Itu berarti Tuhan menghamba kepada kita. Malah penghambaan Tuhan kepada kita jauh lebih besar dari penghambaan kita kepada-Nya, karena Dialah yang mengasihi dan melayani seluruh kebutuhan kita

10 Hal yang Mendatangkan Cinta Kepada ALLAH SWT

AddThis Social Bookmark Button
E-mail Cetak PDF
Cinta Allah

Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.




Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.

Saudaraku, sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau Madarijus Salikin.

Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku. [Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen]

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta.

Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir kepada-Nya.

Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.

Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).

Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.

Ketujuh, -inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.

Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.

Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.

Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.

Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sumber: Madaarijus Saalikin, 3/ 16-17, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh

***
Selesai disusun selepas shalat shubuh, 6 Jumadits Tsani 1430 H, di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Belajar daripada Alam

Belajar daripada Alam
www.iLuvislam.com
pengemisKasih_Ilahi
editor:everjihad



Aku sering memandang ke luar jendela. Merenung ke langit melihat pokok, bintang, langit yang biru, pokok-pokok yang berdiri tegak, dan bintang- bintang yang berkelipan di kala malam. Malah aku sebenarnya sangat tertarik dengan sebatang pohon di hadapan jendelaku yang kelihatan sangat lebat dan rendang daunnya.

Setiap kali aku memandang keluar jendela, pohon itulah yang sering menambat perhatianku terlebih dahulu. Dalam hatiku pula, aku sering tertanya-tanya, apakah yang dapat aku pelajari dan aku fikirkan daripada alam ciptaan ALLAH ini sebagaimana firmanNYA dalam

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka''
(Al-Imran : 190-191)


Suatu hari aku terdengar petikan kata-kata Ustaz Zahazan dalam satu kuliahnya menerusi radio, orang beriman umpama pohon yang merendang. Akarnya sangat kuat dan sangat sukar untuk dipatahkan. Malah akarnya bisa mencengkam ke dasar tanah. Begitulah jua dengan orang beriman. keimanannya teguh semata-mata kerana ALLAH yang Esa. Daun pohon itu sangat rendang dan lebat umpama orang beriman yang semakin berusia, semakin bertambah pula amal ibadatnya semakin bertambah jua ilmunya.

Pohon itu sangat teguh dan kukuh di situ. Meskipun kadangkala dahan dan dedaunnya meliuk lintuk dan bergerak dipukul angin kuat, namun pohonnya tetap di situ. Akarnya yang kuat mampu menahan dirinya daripada tumbang. Ya! Seperti orang yang beriman, meskipun kadangkala iman itu ada naik dan turunnya, meskipun terkadang hampir ditewaskan dengan pujuk rayu syaitan dan nafsu, namun keimanan yang teguh yang mendasari hati mengatasi segalanya. Pohon itu tahan diuji dengan panas dan hujan. Malah meskipun disambar petir dan angin yang kencang. Sepertimana orang yang beriman, meskipun diuji dengan dugaan dan ujian yang sangat berat, namun dia pasrah dan sabar. Mereka tetap meneruskan hidup dengan senyuman dan tidak pernah mengalah.

Dedaun yang kering dan sudah tua tidak kekal di atasnya. Ianya akan jatuh ditiup angin atau jatuh sendiri, dan akhirnya menyatu dengan tanah. Sepertimana orang beriman yang tidak pernah membiarkan dirinya bersalut dosa, sering mencari peluang untuk bertaubat dan menyucikan diri, agar diri termasuk dalam kalangan orang yang diampunkan. Pohon itu juga menjadi tempat untuk insan berteduh daripada kepanasan, bersandar kerana keletihan. Tambahan itu,jua dapat berlindung daripada panas dan hujan sepertimana orang beriman yang menjadi pelindung kepada saudaranya yang lain serta membantu saudaranya yang dalam kesusahan di samping membela nasib orang miskin dan anak-anak yatim.

Burung-burung juga sering singgah di dahan pohon tersebut. Itulah umpamanya orang beriman yang dalam masa yang sama, menjadi penolong agama Allah dengan menyebarkan hidayah dan petunjukNya kepada hamba- hambaNya yang lain yang perlukan bimbingan. Mereka mengajak ke arah kebaikan, menyeru ke jalan yang benar dan mencegah daripada kejahatan. Namun, pohon itu tetap pohon. Sebatang pohon yang merupakan makhluk Allah. Dia tidak kekal dan saatnya akan tiba, Pasti ia akan mati jua. Walau seteguh mana pun ia di situ, aku sedar, saatnya akan tiba di mana aku tidak mampu lagi menyaksikan ianya berdaun lebat dan berdiri kukuh di situ. Sepertimana orang beriman, tiba masa dan ketika,dirinya tetap kan pergi menghadap Ilahi. Namun kehilangannya pasti dirasai, jasa dan bakti mereka tetap dalam sanjungan. Dan akhirnya aku dapat mempelajari sesuatu daripada sebatang pohon yang sering aku pandang selama ini. Ini mengajarku untuk menjadi seorang hamba yang lebih baik kepadaNya.

Bukan sekadar untuk dipandang. Namun jua untuk dipelajari dan diambil pelajaran daripadanya. Semoga, kita semua mampu belajar sesuatu daripada alam yang terbentang luas ini sebelum mata ini terpejam buat selamanya. Juga, semoga kita bisa meningkatkan keimanan dan amal soleh kepada NYA ,serta termasuk dalam kaum yang memikirkan. Insya Allah.

Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (meningat Allah).
(Al-Qaaf, 50:7-8 )

palestine merintih

Menanti Nafas Cinta
www.iLuvislam.com
Mohd Lutfi Hafifi Japili (lutfihafifi)
Editor : GonjengPO




“23…23…. Muhammad Ramadhan!”,Garau sedikit suara yang dimiliki oleh Dr. Muhammad Ridha. Kebiasaannya pelajar akan diberi nombor kehadiran oleh para pensyarah untuk diambil kedatangan mereka , ini memudahkan para pensyarah untuk mencatit kehadiran dengan cepat.

“Ya saya…maaf doktor”,Terkejut , dia menjawab dengan kelam kabut.

“Kamu fikirkan apa? Ingat katil di rumah kah?”,Gurau doktor , mengusik pelajarnya yang termenung itu. Satu kelas tertawa.

Tidak sepertimana biasa , doktor pada hari ini tidak mengajar sepertimana biasa . Subjek dunia Islam yang menjadi subjek elektif itu digantikan dengan pengisian rohani.Sepanjang waktu , doktor memberi tazkirah mengenai bulan Ramadhan , mungkin kehangatan bulan mulia ini sudah mula dirasai. Pengajaran , kemuliaan dan hikmah bulan Ramadhan diceritakan dengan penuh semangat agar pelajarnya dapat mengambil iktibar dan persediaan sebelum menempuh bulan suci ini.

“Muhammad Ramadhan , kamu sudah bersedia belum untuk Ramadhan ini?” Mungkin pertanyaan doktor itu sengaja diberikan pada dia , kerana namanya barangkali.

“Insyallah , erm.. doktor boleh saya tanya sesuatu? ” serius nadanya. Pelajar lain mula menumpukan perhatian pada beliau.

“Apa pandangan doktor tentang suasana Ramadhan di Palestin ? ketika saudara-saudara kita menggadai nyawa di sana dalam suasana Ramadhan yang tidak pernah aman hampir 50 tahun,kita disini bakal berpuasa dengan selesa dan aman? , Bukankah bulan suci ini kita digalak membantu mereka yang kesusahan?” Tegas soalannya bak orangnya.


“Apa yang kamu cakapkan ini ? kau tak pernah bersyukur duduk disini menikmati keamanan?” Sampuk Ahmad Ali , garang wajah pelajar Jordan seorang ini. Jiwa nasionalisnya cukup kuat.

Abdullah yang duduk di sebelah mencubit peha kiri Muhammad Ramadhan dan tangkas berbisik , “Kau nak mati ke tanya soalan macam ini?..” , kelas jadi riuh , ada yang memprotes soalan tadi , ada yang hanya menjadi pemerhati.

“Diam semua…!” , Sedikit naik suara Dr. Ridha , “Saya harap kamu semua bertenang dan berbaik sangka atas soalan beliau tadi , mungkin maksudnya tentang bagaimana membantu orang didalam kesusahan di bulan Ramadhan , betul tidak?” Tajam mata Dr.Ridha memandang ke anak mata Muhammad Ramadhan , sesuatu yang tersirat lahir di anak mata Dr.Ridha.

“Ermm..Itulah maksudnya yang sebenar doktor..tiada yang lain..”Abdullah menyampuk mengiakan kata-kata doktor tadi,mahu membantu sahabatnya yang seorang ini. Muhammad Ramadhan hanya diam.

Jam tepat 12.30 tengahari , ini tandanya kelas sudah tamat.

“Baiklah kelas , kita kesuntukan masa , jika ada ruang kita akan sambung esok” , Dr.Ridha berdiri dan terus berjalan ke kerusi Ramadhan , “Kamu ke bilik saya petang nanti..”, Bisik Dr.Ridha dan kemudian meninggalkan kelas.

Abdullah mengajak Muhammad Ramadhan untuk terus ke beredar dari kelas , bimbang Ahmad Ali si “wira Nasionalis” itu membuat onar.

“Kau ni , semangat pun biarlah bertempat , kita bukan di tanah air kita …” Nasihat Abdullah.

“Mereka takkan faham dan mereka memang tak akan faham , Wira nasionalis konon!” Bentak Muhammad Ramadhan , tanda tidak berpuas hati dengan keadaan tadi.

Jelas terpancar kekecewaan Muhammad Ramadhan tentang perkara ini . Masakan tidak , sepatutnya bangsa Arab Islam lebih mengerti dan lebih faham tentang perjuangan mempertahankan bangsa seagama mereka yang berkorban di bumi Isra’ itu , ini tidak , bukan dibela , malahan di cerca lagi.

Penyakit hati apakah yang sudah menutup pintu hati kemanusiaan mereka ini ? , Terlena dengan buaian syair bangsa hingga lupa teriak tangis manusia yang tidak berdosa , bangsa seagama mereka.


PERJUANGAN YANG TIADA NOKTAH.


“Saya faham perasaan kamu , saya juga tahu penderitaan bangsa kamu …ermm…bangsa kita”, Lembut suara Dr.Muhammad Ridha , barangkali mahu menenangkan perasaan anak muridnya yang seorang ini.

“Inilah yang membuatkan saya menjadi pendidik di sini , jika mata-mata mereka sudah ditutup dengan perjuangan ini , sudah menjadi tangunggjawab saya untuk membuka mata-mata mereka untuk menyedari isu ini,kalau pun bukan dari kaca mata bangsa dan agama , kita perjuangkan melalui kesedaran kemanusiaan..” , Nampak tenang suara beliau , namun wujud ketegasan di wajah beliau.

“Tapi doktor saya kecewa dengan mereka … saya mahu perjuangan ini diperjuangkan..!!” Muhammad Ramadhan melahirkan kekecewaan yang teramat sangat , merah mata beliau.

“Ramadhan… perjuangan ini tidak akan berakhir hingga hari qiamat , kamu sudah lupa Janji Allah dan Rasul-Nya mengenai tanah lahir kamu? , Jika kamu hatta saya sekalipun terlalu emosi untuk memperjuangkan isu ini , sampai bila kita akan berbalah sesama kita? Kesedaran dan hikmah perlu kamu teliti” sedikit tegas suara pensyarah di awal 50an ini cuba memahamkan anak muridnya yang masih muda ini. Beliau faham , pelajarnya yang seorang ini punya semangat yang tidak pernah luntur.

“Ss..ssaya Cuma teringat keluarga saya…” Air mata Muhammad Ramdhan sudah menitik dari belahan merah matanya. “Saya teringat pada mereka , sampai sekarang saya masih rindu pada mereka,rejim Yahudi memang bukan manusia, pembunuh!!”, Sedih , kali ini air matanya cukup deras , dia tidak mampu menahan kepiluan hati.


Dr.Muhammad Ridha , berdiri dan pergi ke kerusi pelajarnya itu lantas memeluk dan menenangkan hati anak muda yang terluka itu , “Kamu jangan menangis lagi , kamu ada saya yang sentiasa bersama-sama kamu , kamu ada ribuan hatta jutaan manusia yang akan sama-sama memperjuangkan bumi barakah kita”. Pertemuan petang itu memberi satu kekuatan buat Muhammad Ramadhan dan juga menjadi satu azimat perjuangan buat Dr.Muhammad Ridha untuk terus berbakti pada perjuangan luhur ini.

Darah jihad ini tetap akan mengalir , seperti lajunya titisan darah pejuang-pejuang syahid di medan sana.

NAFAS INI SEBAGAI JANJI

15 tahun lalu….Ramadhan 1414

Ketenangan dan suasana awal Ramadhan di perkampungan Uzair pada pagi itu sungguh aman dan nyaman. Anak-anak kecil berlari-lari gembira , deretan anak-anak muda di tepi-tepi jalan utama menuju ke sekolah agak ramai , kumpulan ibu bapa menunaikan tanggungjawab mereka menuju ke tempat kerja , ada yang menjadi guru , ada yang bercucuk tanam , ada yang mengembala kambing biri-biri.

Namun siapa tahu , hari itu juga menjadi titik hitam buat diri Muhammad Ramadhan. Keamanan yang terhad bagi bulan suci ini untuk dinikmati penduduk kampung dikotori lagi dengan bedilan-bedilan kejam pembunuh tanpa kemanusiaan ini.

Kerap kali anak kecil ini mendengar bunyi bedilan dan beliau tidak pernah gentar dengan bunyi itu , kehidupannya jauh berbeza dengan anak-anak yang sebaya umur dengannya di tempat lain. Bilamana mendengar bunyi yang “mengerikan” itu , mereka sekeluarga akan berdiam diri didalam rumah. Kematian sanak saudara dan kawan-kawan seperti kisah biasa dalam kehidupan mereka.

Anak kecil itu yang hanya melihat kelibat ayahnya dan abang sulungnya berlari menyelamatkan diri di luar rumah tidak mampu berbuat apa-apa melainkan menangis sahaja , pagi itu hanya anak kecil itu dan ibunya berada di rumah.

Pamm!! Pamm!! Tembakan itu tepat terkena kepala ayah dan abangnya , kedua-duanya rebah Syahid di hadapan rumah usang itu , kedua-dua mata anak ini menjadi saksi pembunuhan kejam yang dilakukan ke atas ayah dan abang kesayangannya , teriakan anak kecil ini makin kuat , si ibu kelam kabut mendapatkan si suami dan anaknya yang bergelimpangan berlumuran darah itu dan anak kecil itu dibiarkan didalam supaya tidak keluar.

Tatkala sang ibu meratap dan cuba meminta pertolongan untuk suami dan anaknya , tembakan dari penembak tepat Yahudi laknat ini , tepat mengenai belakang wanita tua itu , Ummu Ahmad rebah dipangkuan suaminya , ketiga-tiga ini sedang menuju menanti syahid yang agung!

Anak kecil itu tidak mampu menahan dan melihat perkara ini , dia berlari mendapatkan keluarganya yang terbaring menanti syahid…deras air mata anak ini.

“Ibu…ibu…. Jangan tinggalkan saya!!..” teriak anak kecil yang belum mampu megerti apa-apa tentang pembunuhan yang tragis ini.

“shhh…jangan nangis anak ku..ibu pergi sekejap saja…kita akan berjumpa nanti..ibu..ayah…abang sayang kamu…Allah….Allah…” , Si ibu ini mengusap kepala anaknya itu , usapan ini tanda kasih dan sayang ibu buat anaknya dan kemudiannya si ibu diam..diam untuk selamanya , langit Syuhada’ terbuka luas untuk Syahid ini.

Anak kecil itu terus menangis , dia tidak tahu apa yang berlaku. Yang hanya dia tahu , keluarganya dan kehidupan kecilnya.

Tentera laknat zionis itu berundur dengan megahnya. Hari itu , mereka sudah melaksanakan misi mereka , meratah tubuh-tubuh umat Islam yang tidak berdosa.

Tidak lama selepas itu , anak kecil itu dibawa berhijrah ke Jordan oleh bapa saudaranya, mungkin tanah itu selamat untuk anak kecil dan sehingga ini anak kecil itu tidak pernah pulang ke tanah itu lagi.

Muhammad Ramadhan tersedar dari nostalgia lalu. Air mata mengalir..rindu pada ibu , ayah dan abangnya..

Mentari senja jatuh dengan begitu indah petang itu , Ramadhan masih lagi duduk di celah batuan besar tepi bukit Iraq melihat dengan dekat sempadan dua tanah di timur tengah ini.Agaknya dia masih leka bermain dengan perasaan dan nostalgianya senja itu , ada suatu yang cuba diwarnakan di liang khayal dan fikirannya.

Lagi 5 hari lagi bulan ramadhan akan menyapa umat Islam sedunia , pelbagai persediaan telah dilakukan di merata tempat. Namun bagi yang bernama Muhammad Ramadhan ini , ada sesuatu yang beliau simpan di semat hatinya , kedatangan Ramadhan setiap tahun pasti mengingatkan dia dengan sebuah cerita yang tidak akan dilupakan dalam dirinya.

Ramadhan kali ini beliau bertekad….

Beliau akan pulang ke tanah itu , mencari cinta dan secebis sayang yang lama dinantikan.Rindunya untuk mencium bau-bauan syuhada’ makin mendalam.Cinta pada tanah perjuangan ini tidak akan hilang sampai mati.

Dia akan terus menanti nafas cinta ini.

“Ibu..ayah…abang… Ramadhan akan pulang…….”





Mohd Lutfi Hafifi Bin Japili.
Mutah , Jordan.

    Followers


    ShoutMix chat widget

    visitors

    free counters